Beranda | Artikel
Saya Ikut Dalil Saya Tidak Bermazhab - Syaikh Abdus Salam Asy-Syuwaiir #NasehatUlama
Kamis, 16 Desember 2021

Saya Ikut Dalil Saya Tidak Bermazhab – Syaikh Abdus Salam Asy-Syuwai’ir #NasehatUlama

Ahsanallahu ilaikum!
(PERTANYAAN)
Sebagian orang berkata, “Aku tidak mengikuti mazhab, namun aku mengikuti dalil!”

Demikian perkataannya. Dan sebagian lain berkata, “Aku termasuk pengikut hadits.”

Bagaimana pendapat Anda tentang ini?

(JAWABAN)
Kita sampaikan pada saudara kita ini, bahwa ia telah melakukan hal yang benar dan salah.

Ia benar, dari sisi pengagungannya pada al-Quran dan as-Sunnah, serta kepeduliannya terhadap keduanya dan ia salah dari sisi jalan yang ia pilih untuk sampai pada tujuan yang ia inginkan.

Berapa banyak orang yang menginginkan dan mengharapkan sesuatu, namun ia tidak dapat sampai pada harapannya itu.

Saya beri contoh dalam hal ini:

Seandainya ada seseorang yang mengaku sebagai pengikut hadits, tidak memakai kaidah-kaidah Ushul Fiqih sepenuhnya, dan tidak menoleh kepada pendapat para ulama fiqih, lalu seandainya ia hendak mendalami hukum suatu masalah berdasarkan dalilnya, lalu ia tidak mendapatkan dalilnya, maka ia harus melihatnya dari sisi makna-maknanya, dan untuk mendapatkan makna-makna ini, tidak dapat dilakukan seorang diri, namun harus dengan merujuk kembali pada pendapat dan ijtihad dari kecerdasan para ulama di zaman terdahulu.

Oleh sebab itu, terdapat kalimat masyhur dari Abu al-Ma’ali al-Juwaini dalam kitab al-Burhan. Beliau berkata, “Seandainya kita perhatikan teks-teks syariat, maka kita dapati bahwa teks-teks ini tidak sampai 1 persen dari hukum-hukum.” Akan tetapi asy-Syaikh Taqiyuddin menyangkal bahwa itu tidak benar, namun teks-teks syariat ini mencakup seluruh hukum.

Bahkan ada hal masyhur tentang para penganut mazhab Zhahiri saat mereka berkata, “Tidak ada satupun masalah kecuali kita mendapatkan dalilnya, selain masalah mudharabah.” Dan pengambilan hukum dari dalil membutuhkan kaidah-kaidah asas mazhab, dari kaidah-kaidah ini; dan ini jumlahnya ratusan.

Seandainya seseorang tidak mendapati dalil kecuali hadits mursal, lalu orang ini hendak menerapkan kaidah-kaidah yang disebutkan dalam kitab-kitab musthalah al-hadits, niscaya ia mengatakan bahwa hadits ini lemah dan tidak dapat dijadikan hujjah.

Namun sebaliknya, para ulama berijma’, dan ijma’ ini disampaikan banyak ulama, di antaranya Syaikhul Islam di 4 tempat dalam kitab Syarh al-Umdah, juga al-Ala’i dalam kitabnya Jami’ at-Tahshil, bahwa hadits mursal boleh digunakan sebagai hujjah, bahkan wajib untuk diamalkan, namun dengan syarat. Dan ada perselisihan pendapat tentang syaratnya.

Beliau berkata, “Tidak ada yang menentang pendapat ini, kecuali satu ulama yang bernama Ibnu al-Mufawwaz.”

Inilah penerapan kaidah kita ini, ketika ia berpendapat bahwa hadits mursal bukan hujjah secara mutlak.

Oleh sebab itu, ketika Abu Dawud menulis kitab as-Sunan, yang sebelumnya ada di al-Musnad. Beliau hendak menulis kitab setelahnya yang menjelaskan bahwa hadits-hadits itu harus diamalkan, dibutuhkan oleh kaum muslimin, dan dapat menjadi hujjah, bahkan ia termasuk dalam as-Sunan, sehingga layak diamalkan, sebagaimana yang beliau katakan dalam risalahnya pada penduduk Makkah.

Beliau menamai kitab ini dengan kitab al-Marasil. Jadi hadits-hadits mursal yang disebutkan Abu Dawud secara umum boleh diamalkan dan dapat menjadi hujjah. Maka kesimpulannya, seseorang membutuhkan kaidah-kaidah para ulama fiqih sesuai mazhab masing-masing, juga membutuhkan pengetahuan tentang makna-makna dan definisi-definisi dari mereka, agar dapat berijtihad dengan baik.

Hal yang ketiga, ia juga membutuhkan pengetahuan tentang cabang-cabang fiqih mereka. Sufyan berkata, “Janganlah sekali-kali kamu menggaruk kepalamu tanpa memiliki dasar riwayat dan nashnya.”

Dan kita mengetahui salah satu asas yang disepakati bahwa tidak boleh mendatangkan pendapat baru.

Bahkan mendatangkan pendapat ketiga setelah ada kesepakatan atas dua pendapat saja, mayoritas ulama melarang hal itu, bahkan jika pendapat ketiga itu dapat menghilangkan perselisihan dari dua pendapat sebelumnya.

Maka kesimpulannya, wahai orang yang mendapat taufik! Bahwa niat dan ucapan orang ini benar, namun ia juga salah dalam beberapa sisi:

Sisi pertama, tentang jalan yang dapat mengantarkan kepada pemahaman hadits, karena untuk dapat sampai ke sana harus melewati jalan para ulama. Dan sebutkan sesukamu dari para ulama umat muslim, dan perhatikan sejak abad ke-4 hingga 2 abad sebelum ini, atau 1 abad sebelum ini, aku katakan bahwa mereka pasti belajar fiqih dengan mazhab ini atau itu!

Adapun ulama abad ini, maka jangan tanyakan kepadaku! Karena seseorang dapat dituduh saat menilai baik buruk orang lain yang satu zaman dengannya!

Jadi, ini yang berkaitan dengan perkara pertama. Adapun kesalahan kedua yang dilakukan kawan kita ini, bahwa kawan kita ini telah sibuk dengan perkara-perkara yang dapat menyia-nyiakan waktunya.

Sebagian saudara kita ingin mendapatkan ilmu, namun tidak menemukan jalan yang ringkas. Dan telah aku sampaikan pada kalian hadits Abu Darda dan lainnya, “Barangsiapa menempuh jalan-jalan …”

Rasulullah menyebutkannya dengan penetapan, ini menunjukkan ada banyak jalan untuk meraih ilmu.

Namun ada jalan yang lebih dekat dari jalan lainnya, ada jalan yang lebih mudah dari jalan lainnya, dan ada jalan yang lebih sesuai bagi sebagian orang dari jalan lainnya.

Dan disebutkan dari Ayyub as-Sikhtiyani, guru Imam Malik, bahwa ia berkata, “Sesungguhnya salah satu kenikmatan dari Allah bagi seorang pemuda dan bagi orang non-muslim saat masuk Islam adalah mendapat guru dari kalangan Ahlus Sunnah.” Gurunya akan meringkaskan jalan baginya, dan memudahkan cara-cara baginya, yang barangkali jika ia menempuhnya dengan cara coba-coba (trial and error), agar ia dapat mengetahui jalan yang benar, namun gurunya meringkaskan jalan baginya dengan jalan yang telah ditempuh para ulama.

Sisi ketiga, orang yang mengatakan demikian bisa jadi dan aku berharap mereka tidak banyak-, bisa jadi mengeluarkan fatwa dan ijtihad yang nyeleneh dan datang dengan hal-hal yang mengherankan.

Oleh sebab itu, dalam kitab-kitab para penjelas hadits, jika mereka mendapati pendapat yang nyeleneh dari sebagian generasi akhir, maka mereka berucap, “Sebagian generasi akhir yang mengaku-aku memahami hadits, atau mengaku-aku hal yang semisalnya -baik itu hadits atau lain sebagainya-, kamu akan mendapati ungkapan ini dalam kitab para penjelas hadits pada abad ketujuh, delapan, dan lainnya.

Oleh karena itu, senantiasa orang yang mencermati hadits secara tekstual begitu saja, tanpa meneliti pemahaman para ulama sebelumnya, maka kemungkinan kesalahannya akan lebih besar daripada kemungkinan kesalahan orang selainnya.

================================================================================

أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكُمْ

بَعْضُ النَّاسِ يَقُولُ أَنَا لَا أَتَمَذْهَبُ أَنَا أَتَّبِعُ الدَّلِيلَ

هَكَذَا وَبَعْضُهُمْ يَسْأَلُ يَقُولُ أَنَا مِنْ أَهْلِ الْحَدِيثِ

مَا رَأْيُكُمْ فِي ذَلِكَ

نَقُولُ لِأَخِينَا هَذَا قَدْ أَصَابَ وَأَخْطَأَ

أَصَابَ بِاعْتِبَارِ تَعْظِيمِهِ لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْعِنَايَةِ بِهِمَا

وَأَخْطَأَ فِي طَرِيقِ الْوُصُولِ إِلَى الْهَدَفِ الَّذِي يُرِيدُهُ

كَمْ مِنِ امْرِئٍ يَرْغَبُ شَيْئًا وَيَرْجُوْهُ

وَلَكِنَّهُ لَا يَسْتَطِيعُ الْوُصُولَ إِلَيْهِ

وَأَضْرِبُ ذَلِكَ أَمْثِلَةً

فَلَو زَعَمَ امْرُؤٌ أَنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْحَدِيثِ

وَأَنَّهُ لَا يَنْظُرُ فِي قَوَاعِدِ الْأُصُولِ مُطْلَقًا

وَلَا يَنْظُرُ فِي كَلَامِ أَهْلِ الْفِقْهِ

فَلَوْ أَنَّ مَسْأَلَةً بَحَثَ فِيهَا عَنْ دَلِيلٍ

فَلَمْ يَجِدْ فِيهَا دَلِيلًا فَلَا بُدَّ أَنْ يَنْظُرَ فِي الْمَعَانِي

وَهَذِهِ الْمَعَانِي لَا يَنْفَرِدُ الْمَرْءُ بِالنَّظَرِ فِيهَا

بَلْ لَا بُدَّ أَنْ يَنْظُرَ فِي كَلَامِ وَاجْتِهَادِ هَذِهِ الْعُقُولِ الفَّذَّةِ الَّتِي سَبَقَتْهُ

وَلِذَلِكَ يَقُولُ مَعْرُوفَةٌ كَلِمَةُ أَبِي الْمَعَالِي الْجُوَيْنِيِّ فِي الْبُرْهَانِ

قَالَ وَلَوْ نَظَرْنَا فِي نُصُوصِ الشَّرِيعَةِ لَوَجَدْنَا أَنَّهَا لَا تَفِي بِعُشْرِ مِعْشَارِ الْأَحْكَامِ

طَبْعًا رَدَّ عَلَيْهِ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ وَقَالَ هَذَا غَيْرُ صَحِيحٍ

بَلْ إِنَّهَا تَفِي بِالْأَحْكَامِ كُلِّهَا

حَتَّى شُهِرَ عَنِ الظَّاهِرِيَّةِ أَنَّهُم حِينَمَا قَالُوا

إِنَّهُ مَا مِنْ مَسْأَلَةٍ إِلَّا وَقَدْ وَجَدْنَا الدَّلِيلَ فِيهَا إِلَّا الْقِرَاضَ وَهُوَ الْمُضَارَبَةُ

لَكِنِ اسْتِخْرَاجُ الْحُكْمِ مِنَ الدَّلِيلِ

يَحْتَاجُ إِلَى قَوَاعِدَ أُصُولِيَّةٍ مَذْهَبِيَّةٍ

مِنْ هَذِهِ الْقَوَاعِدِ وَالْقَوَاعِدُ بِالْمِئِيْنَ

لَوْ أَنَّ امْرَأً لَمْ يَجِدْ إِلَّا دَلِيلًا مُرْسَلًا مَرْوِيًّا بِطَرِيقِ الْإِرْسَالِ

فَلَوْ أَرَادَ الْمَرْءُ أَنْ يُطَبِّقَ الْقَوَاعِدَ الْمَذْكُورَةَ فِي كُتُبِ مُصْطَلَحِ الْحَدِيثِ

لَقَالَ إِنَّ الْحَدِيثَ ضَعِيفٌ وَلَا يُحْتَجُّ بِهِ

فِي الْمُقَابِلِ أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ نَقَلَ ذَلِكَ الْإِجْمَاعَ جَمَاعَةٌ

مِنْهُمْ شَيْخُ الْإِسْلَامِ فِي أَرْبَعَةِ مَوَاضِعَ فِي شَرْحِ الْعُمْدَةِ

وَمِنْهُم الْعَلَائِيُّ فِي كِتَابِهِ الْجَلِيلِ جَامِعُ التَّحْصِيلِ

عَلَى أَنَّ الْحَدِيثَ الْمُرْسَلَ يَجُوْزُ الِاحْتِجَاجُ بِهِ بَلْ وَيَجِبُ الْعَمَلُ بِهِ

لَكِنْ بِشَرْطِهِ وَالشَّرْطُ مُخْتَلَفٌ بِهِ

قَالَ وَلَمْ يُخَالِفْ إِلَّا وَاحِدٌ مِنْ عُلَمَاءِ الْحَدِيثِ وَهُوَ ابْنُ الْمُفَوَّزِ

هَذَا تَطْبِيقٌ لِقَاعِدَتِنَا لَمَّا قَالَ إِنَّهُ لَا يُحْتَجُّ بِحَدِيثٍ مُرْسَلٍ قَطُّ

وَلِذَا لَمَّا أَلَّفَ أَبُو دَاوُدَ كِتَابَهُ السُّنَنَ

كَانَ فِي الْمُسْنَدِ أَرَادَ أَنْ يُؤَلِّفَ بَعْدَهُ كِتَابًا يُبَيِّنُ أَنَّهُ عَلَيْهِ الْعَمَلُ

وَيَحْتَاجُهُ الْمُسْلِمُونَ وَهُوَ مُحْتَجٌّ بِهِ بَلْ هُوَ مُلْحَقٌ بِالسُّنَنِ

يَكُونُ صَالِحًا كَمَا قَالَ فِي رِسَالَتِهِ لِأَهْلِ مَكَّةَ

وَسَمَّى هَذَا الْكِتَابَ بِكِتَابِ الْمَرَاسِيْلِ

فَالْمَرَاسِيْلُ الَّتِي أَوْرَدَهَا أَبُو دَاوُدَ فِي الْغَالِبِ أَنَّ عَلَيْهَا مَدَارُ الْعَمَلِ وَبِهَا الِاحْتِجَاجُ

فَالْمَقْصُودُ أَنَّ الْمَرْءَ مُحْتَاجٌ لِقَوَاعِدِ الْفُقَهَاءِ الَّتِي تَمَذْهَبُوْا بِهَا

وَمُحْتَاجٌ كَذَلِكَ أَيْضًا لِمَعْرِفَةِ مَعَانِيْهِمْ وَتَعَارِيْفِهِمْ

لِيَضْبِطَ اجْتِهَادَهُ

وَالْأَمْرُ الثَّالِثُ مُحْتَاجٌ لِمَعْرِفَةِ فُرُوعِهِم الْفِقْهِيَّةِ

وَقَدْ قَالَ سُفْيَانُ إِيَّاكَ أَنْ تَحُكَّ رَأْسَكَ مِنْ غَيْرِ أَثَرٍ وَمِنْ غَيْرِ نَقْلٍ

وَنَحْنُ نَعْلَمُ أَنَّ مِنَ الْأُصُولِ الْمُتَّفَقِ عَلَيْهَا أَنَّهُ لَا يَجُوزُ إِحْدَاثُ قَوْلٍ جَدِيدٍ

بَلْ إِنَّ إِحْدَاثَ قَوْلٍ ثَالِثٍ بَعْدَ اتِّفَاقِ عَلَى قَوْلَيْنِ

عَامَّةُ أَهْلِ الْعِلْمِ عَلَى الْمَنْعِ مِنْهُ إِنْ كَانَ الْقَوْلُ الثَّالِثُ رَافِعًا لِلْقَوْلَيْنِ السَّابِقَيْنِ

فَالْمَقْصُودُ أَيُّهَا الْمُوَفَّقُ أَنَّ نِيَّةَ وَكَلَامَ هَذَا الرَّجُلِ صَوَابٌ

لَكِنَّهُ أَخْطَأَ مِنْ جِهَاتٍ

الْجِهَةُ الْأُولَى الطَّرِيقُ الَّذِي يُؤَدِّي إِلَى الْوُصُولِ لِفِقْهِ الْحَدِيثِ

فَإِنَّمَا يُوْصَلُ إِلَيْهِ بِطَرِيقَةِ أَهْلِ الْعِلْمِ

وَاضْرِبْ مَنْ شِئْتَ مِنْ عُلَمَاءِ الْمُسْلِمِينَ

مُنْذُ الْقَرْنِ الرَّابِعِ إِلَى قَبْلِ قَرْنَيْنِ

أَوْ قَبْلَ قَرْنٍ وَأَنَا أَقُولُ لَكَ تَفَقَّهَ بِمَذْهَبِ كَذَا أَوْ بِمَذْهَبِ كَذَا

وَأَمَّا الْقَرْنُ الْأَخِيْرُ فَلَا تُحَاكِمْنِي

فَإِنَّ الرَّجُلَ مُتَّهَمٌ فِي أَهْلِ زَمَانِهِ مَدْحًا وَذَمًّا

إِذًا هَذَا مَا يَتَعَلَّقُ بِالْأَمْرِ الْأَوَّلِ

الْأَمْرُ الثَّانِي الَّذِي أَخْطَأَ فِيهِ صَاحِبُنَا

أَنَّ صَاحِبَنَا قَدِ انْشَغَلَ بِأُمُورٍ قَدْ تَكُونُ سَبَبًا فِي تَضْيِيْعِ وَقْتِهِ

فَبَعْضُ الْإِخْوَانِ يُرِيدُ الْوُصُولَ لِلْعِلْمِ

لَكِنَّهُ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَجِدَ الطَّرِيقَ الْمُبَاشِرَ

وَقَدْ قُلْتُ لَكُمْ بِحَدِيثِ أَبِي الدَّرْدَاءِ وَغَيْرِهِ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا

ذَكَرَ فِي سِيَاقِ إِثْبَاتٍ فَدَلَّ عَلَى أَنَّ هُنَاكَ طُرُقًا مُتَعَدِّدَةً لِوُصُول الْعِلْمِ

لَكِنْ هُنَاكَ طَرِيقٌ أَقْرَبُ مِنْ طَرِيقٍ

وَهُنَاكَ طَرِيقٌ أَسْهَلُ مِنْ طَرِيقٍ

وَهُنَاكَ طَرِيقٌ أَنْسَبُ لِبَعْضِ النَّاسِ مِنْ طَرِيقٍ

وَإِذَا جَاءَ عَنْ أَيُّوبَ السِّخْتِيَانِيِّ شَيْخِ الْإِمَامِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ

إِنَّ مِنْ نِعْمَةِ اللهِ عَلَى حَدَثٍ أَيْ شَابٍّ

وَعَلَى الْأَعْجَمِيِّ إِذَا أَسْلَمَ أَنْ يُوَفَّقَ لِشَيْخٍ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ

فَالشَّيْخُ يَخْتَصِرُ عَلَيْهِ الطَّرِيقَ

وَيُقَرِّبُ لَهُ الوَسَائِلَ

الَّتي رُبَّمَا حَتَّى يَصِلَ إِلَيْهَا عَنْ طَرِيقِ نَظَرِيَّةِ الْخَطَأِ وَالصَّوَابِ

يَعْرِفُ طَرِيقَ الصَّوَابِ اخْتَصَرَ عَنْ هَذَا الطَّرِيقِ الَّذِي تَتَابَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَيْهِ

الثَّالِثُ أَنَّ صَاحِبَ هَذِهِ الْمَقَالَةِ رُبَّمَا

وَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ ذَلِكَ قَلِيلًا

رُبَّمَا أَغْرَبَ فِي فُتْيَاهُ وَاجْتِهَادِهِ

وَأَتَى بِعَجَائِبِ الْأُمُوْرِ

وَلِذَلِك دَائِمًا اِقْرَأْ فِي كُتُبِ شُرَّاحِ الْحَدِيثِ إِذَا وَجَدُوا قَوْلًا غَرِيبًا لِبَعْضِ الْمُتَأَخِّرِينَ

قَالَ وَقَالَ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ مِمَّنْ يَنْتَحِلُ

فِقْهَ الْحَدِيثِ أَوْ مِمَّنْ يَنْتَحِلُ هَذَا الْمَعْنَى أَوِ الْحَدِيثَ أَوْ نَحْوًا مِنْ هَذِهِ الْعِبَارَةِ

تَجِدُهَا كَثِيرًا فِي كُتُبِ شُرَّاحِ الْحَدِيثِ

فِي الْقُرُونِ السَّابِعِ وَالثَّامِنِ وَنَحْوِهَا

إِذًا فَدَائِمًا يَكُونَ الَّذِي يَنْظُرُ نَظَرًا مُجَرَّدًا

مِنْ غَيْرِ تَتَبُّعٍ لِفَهْمِ أَهْلِ الْعِلْمِ قَبْلَهُ

فَإِنَّهُ يَكُونُ رُبَّمَا احْتِمَالُ الْخَطَأِ عِنْدَهُ أَكْبَرُ مِنْ احْتِمَالِ الْخَطَأِ عِنْدَ غَيْرِهِ

 


Artikel asli: https://nasehat.net/saya-ikut-dalil-saya-tidak-bermazhab-syaikh-abdus-salam-asy-syuwaiir-nasehatulama/